Senin, November 24, 2008

Renungan Diri Sang Imam Al-Ghazali r.a.


….Sesungguhnya telah sampai kepada kita

bahwa umat ini akan terpecah belah menjadi 77 golongan,

yang di antaranya hanya satu golongan yang selamat.

Allah Mahatahu terhadap seluruh golongan-golongan tersebut.

Aku masih memiliki kesempatan dari usiaku untuk melihat perselisihan umat.

Aku mencari metode yang jelas dan jalan yang lurus.

Aku mencari ilmu dan amal, mencari petunjuk jalan akhirat

dengan bimbingan para ulama.

Aku banyak berfikir mengenai firman-firman Allah

dengan penafsiran para fuqaha (orang-orang yang banyak memahami agama).

Aku merenungkan berbagai kondisi umat.

Aku perhatikan tempat berpijak (madzhab) dan berbagai pandangannya, dan aku pun pikirkan mengenai hal-hal itu semua sesuai dengan kesanggupanku...

.....

Aku yakin perselisihan mereka seperti lautan yang dalam.

Banyak orang tenggelam ke dalamnya, dan hanya sekelompok kecil yang selamat...

Aku yakin setiap golongan dari mereka mengira bahwa keselamatan adalah dengan mengikuti mereka, dan sesungguhnya yang akan binasa ialah

orang yang menentang mereka...

Aku yakin di antara mereka ada orang 'Alim (yang berilmu) yang mengetahui urusan akhirat.

Menemuinya sulit dan ketika hadir di hadapan umat tampak kemuliaannya.

Di antara mereka juga ada yang bodoh.

Ketika ia jauh dari si 'Alim dianggapnya sebagai keuntungan baginya.

Di antara mereka ada yang menyerupai ulama, namun tergila-gila dengan dunia dan sangat mencintainya.

Di antara mereka ada yang memikul ilmu yang berhubungan dengan agama.

Dengan ilmunya ia mencari kehormatan dan kedudukan tinggi.

Dengan agama ia memperoleh kekayaan dunia.

Di antara mereka ada yang menyerupai ahli ibadah. Ia mengkomersilkan kebaikannya.

Padanya tidak ada kecukupan, ilmunya tiada abadi,

serta tidak ada sandaran bagi ilmunya.

Di antara mereka ada orang yang hafal ilmu, namun ia tidak mengetahui tadsiran dari hafalannya.

Ada juga orang yang menyandarkan dirinya kepada nalar dan kecerdasan,

namun pada dirinya tidak ada sifat wara' (hati-hati) dan takwa.

Ada juga sekelompok orang yang saling mencintai, namun bersepakat terhadap keinginan hawa nafsunya dan berkorban untuk kepentingan dunia, dan yang mereka cari adalah kehormatan.

Di antara mereka juga ada setan-setan dari jenis manusia.
mereka berpaling dari akhirat, serakah terhadap dunia, tergesa-gesa mengumpulkannya, serta sangat senang memperkaya diri.

Aku mengintrospeksi diri (ber-muhasabah) dari sifat-sifat tersebut,

namun tiada kesanggupan untuknya.

Aku pergi mencari petunjuk dari orang-orang yang telah mendapatkan petunjuk dengan cara mencari kebenaran dan petunjuk.
Aku pergi mencari bimbingan ilmu, mempergunakan pemikiran dan aku cukup lama menanti.


Maka akhirnya kebenaran dan petunjuk itu tampak padaku dari Kitabullah, sunah Nabi-Nya, dan kesepakatan (ijma) umat.

Sesungguhnya mengikuti keinginan hawa nafsu itu menjadikan sikap menutup mata dari bimbingan-Nya, menyimpang dari kebenaran (al-Haq), dan menjadikan lama tinggal dalam kebutaan hati.

Aku mulai dengan pencabutan keinginan (duniawi) dari hatiku.

Aku berdiri tegak di hadapan perselisihan umat guna mondar-mandir mencari kelompok yang akan selamat, sambil sangat hati-hati terhadap berbagai keinginan buruk dan kelompok yang akan celaka karena khawatir ada penyerangan sebelum mendapatkan kejelasan....

[dikutip dari pengantar risalah Kitabnya "al-Munqidz mina-dh-Dhalal", "Sang Penyelamat dari Kesesatan"]

Indah Nian Menemukan Tulang Rusuk Diri!!

Jangankan lelaki biasa, Nabi pun terasa sunyi tanpa wanita.

Tanpa mereka , hati, pikiran, perasaan lelaki akan resah.

Masih mencari walaupun sudah ada segala-galanya.

Apalagi yang tidak ada di surga,

namun Nabi Adam a.s tetap merindukan Siti Hawa.

Kepada wanitalah lelaki memanggil ibu, istri, atau puteri.

Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh

lelaki, tetapi kalau sendiri yang tidak lurus,

tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka.

Tak logis kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus.

Luruskanlah mereka dengan petunjuk Allah,

karena mereka diciptakan begitu rupa oleh-Nya.

Didiklah mereka dengan panduan dari-Nya:

Jangan coba jinakkan mereka dengan harta, nanti mereka semakin liar…

Jangan hibur mereka dengan kecantikan, nanti mereka semakin menderita…

Yang sementara itu tidak akan menyelesaikan masalah…

Kenalkan mereka kepada Allah, Dzat yang kekal, di situlah kuncinya

Akal setipis rambutnya, tebalkan ia dengan ilmu….

Hati yang serapuh kaca, tebalkan ia dengan iman….

Perasaan yang selembut sutera, hiasilah ia dengan akhlak….

Suburkanlah, karena dari situlah nanti mereka akan nampak

penilaian dan keadilan Tuhan.

Akan terhibur dan berbahagialah mereka, walaupun tidak jadi ratu cantik

dunia, presiden ataupun perdana menteri ataupun women gladiator.

Bisikkan ke telinga mereka bahwa kelembutan bukan suatu kelemahan.

Itu bukan diskriminasi Tuhan.

Sebaliknya di situlah kasih sayang Tuhan, karena rahim wanita yang

lembut itulah yang mengandung-kan lelaki2 wajah: negarawan, karyawan,

jutawan dan wan-wan lain

Tidak akan lahir superman tanpa superwoman.

Wanita yang lupa hakikat kejadiannya, pasti tidak terhibur dan tidak menghiburkan.

Tanpa ilmu, iman dan akhlak, mereka bukan saja tidak bisa diluruskan,

bahkan mereka pula membengkokkan.

Lebih banyak lelaki yang dirusakkan oleh kaum perempuan…daripada

perempuan yang dirusak oleh laki-laki…

Sebodoh-bodoh perempuanpun bisa menundukkan sepandai-pandainya lelaki.

Itulah akibat apabila wanita tidak kenal Tuhan.

Mereka tidak akan kenal diri mereka sendiri, apalagi mengenal lelaki.

Kini bukan saja banyak boss telah kehilangan secretary, bahkan anakpun

akan kehilangan ibu, suami kehilangan istri

dan bapak akan kehilangan puteri .

Bila wanita durhaka dunia akan huru-hara.

Bila tulang rusuk patah, rusaklah jantung, hati dan limpa.

Para lelaki pula jangan hanya mengharap ketaatan tetapi binalah kepemimpinan.

Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Allah, pimpinlah diri sendiri

dahulu kepada-Nya.

Jinakkan diri dengan Allah, niscaya jinaklah segala-galanya dibawah pimpinan kita.

Jangan mengharap istri seperti Siti Fatimah,

Kalau pribadi belum lagi seperti Sayidina Ali.

(ps. Mohon maaf saya belum berhasil menemukan sumber asli, dan penulis asli dari tulisan indah ini….

semoga hikmah, keberkahan dan aliran pahala senantiasa mengalir kepada sang penulis… karena maknanya yang cukup dalam…. )

Kegaiban Hari Esok

Oleh Zamzam AJ. Tanuwijaya, Yayasan Islam Paramartha (diedit dan diperbaiki seperlunya oleh Herry Mardian).

***
Orang yang beruntung adalah orang yang bisa menjadikan keghaiban hari esok sebagai hidangan bagi hatinya.
***

KETIKA Nabi Musa as diperintahkan Allah swt untuk membawa bani Israil ke tepi laut apakah ia sudah mengetahui bahwa Allah swt akan membukakan laut bagi mereka ? Tidak sama sekali. Ia hanya meyakini bahwa di tempat itu Allah swt akan menurunkan pertolongannya, tanpa diketahui apa bentuknya.

Musa a.s. dan umatnya, dalam tekanan kebingungan yang hebat, terjebak diantara laut dan kepulan debu gurun yang dihamburkan ke angkasa oleh ribuan kereta perang Fir’aun Merneptah. Cacian-cacian kepada sang Nabi mulai berhamburan dari lisan-lisan umatnya sendiri, karena Musa, nabi mereka, malah mengarahkan mereka terkepung dan terdesak ke laut Merah.

Sementara pada saat itu, seorang pemuda yang tulus, panglima dan murid Musa a.s., berseru ke imamnya dari atas kuda yang terus dikekangnya ke laut, sesuai perintah imamnya. “Ya Nabiyullah, masih terus?” Pertanyaannya menunjukkan kesiapannya.

Air laut sudah seleher kudanya, dan dia, Yusha’ bin Nun, masih terus berusaha memacu kudanya yang sangat ketakutan itu untuk tetap maju menuju ke laut. Ia tidak mempertanyakan, apalagi membantah, perintah Allah untuk menembus laut Merah. Meski ia tahu bahwa Musa, imamnya dan Nabinya, juga
belum mengetahui apa yang akan terjadi kepada mereka setelah itu.

Apakah seorang pangeran muda yang bernama Musa, bertahun-tahun sebelum peristiwa di atas, mengetahui bahwa pukulannya—yang hanya sekali—kepada seorang koptik akan membunuhnya? Satu kejadian “sial” yang membuat Musa menjadi tercela dan kehilangan singgasanannya. Ia ketakutan dan melarikan diri ke Madyan, tempatnya Nabi Syu’aib as. Suatu peristiwa yang merevolusi hidupnya, dari seorang pangeran Mesir menjadi cuma seorang pengemis lain di dunia ini. Namun tanpa peristiwa “sial” itu, ia tidak akan bertemu Syu’aib a.s. yang menjadi gurunya.

Kita semua adalah orang-orang yang tidak mengetahui apa yang akan terjadi, bahkan untuk semenit ke depan. Tidak kita, tidak para orang suci, tidak juga para Rasul yang lain. Kita dilarang bahkan untuk sekedar ingin mengetahui zaman di depan. Keinginan seperti itu hanya akan menjadikan kita masuk ke
dalam golongan mayoritas, golongan orang-orang yang tidak bersyukur *.

Masa depan adalah kotak Pandora, dan keghaiban hari esok adalah bagian dari palu Allah yang dipergunakan-Nya untuk menempa dan membentuk jiwa kita. Kita semua adalah hamba-Nya, sebagaimana Rasulullah saw bangga ketika mengatakan “Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, dan rasul-Nya”.

Mari kita sambut dengan suka cita dan kita nikmati palu keghaiban-Nya, karena kita tidak tahu palu yang mana yang akan digunakan-Nya membentuk jiwa kita esok hari. Tenanglah, karena kita berada dalam genggaman Sang Maha Sutradara yang Sangat Terpercaya. Tidak ada yang perlu kita khawatirkan,
semua sudah diukur-Nya dengan rapi. Kita hanya melompat dari keadaan “nyaris” yang satu ke “nyaris” yang lain. Semakin tebal tabungan “nyaris” kita, semakin terbukalah Wajah-Nya yang Maha Indah. Hati kita mungkin dibuat-Nya remuk, tapi bukankah Allah swt mengatakan, “Carilah Aku di antara para hamba-Ku yang remuk hatinya”.

Kedigjayaan diri adalah musuh hati, dan keperihan adalah obat. Keutamaan dan kemuliaan seseorang tidak diukur dari penglihatan-penglihatan tentang alam yang tak terlihat, atau bisikan-bisikan skenario masa depan. Orang yang beruntung adalah orang yang bisa menjadikan keghaiban hari esok sebagai
hidangan bagi hatinya.

Sahabatku, saudara-saudaraku seperjalanan, kita semua sama, dibuat kalang kabut dengan “pengaturan-pengaturan” suci dari-Nya, dan hati-hati kita ada diantara permainan dua Jemari-Nya.

Jangan ada lagi ketragisan di hati. Kita semua ada dalam genggaman-Nya.

***

——-

[*] “Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas
manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”Q. S. Al-Mu’miin [40] : 61

Sudahkah Kita Berkurban??

[ini tulisan yang dibuat setahun yang lalu, semoga kembali bisa mengingatkan kita, terutama bagi sang penulis, tentang makna qurban dan mengapa kita layak merayakannya...., semoga manfaat]

Bismillah ar-Rahman, ar-Rahim, semoga hamba bisa meminjam dua asma-Mu ya Rabb, semoga ini menjadi tulisan pengantar renungan kita semua. Better late than never…

Iedul Qurban, bersumber dari dua kata dalam bahasa Arab, “Ied” dari kata ‘aada - ya’uudu, artinya “kembali”. “Qurban”, dari kata qaraba-yaqrabu, “mendekat”… Iedul qurban kemudian dimaknai oleh nalar saya sebagai sebuah hari di mana setiap kita belajar untuk kembali merenungi hal apa yang dapat membuat kita dapat mendekati Dia Sang Maha Lembut.

Banyak cara setiap hamba mendekati Allah, maka salah satu cara itu dengan mengorbankan sebagian hartanya yang ditukarnya dengan daging kambing atau sapi, dengan harapan Allah menarik mereka, menerima qurban mereka sebagaimana Allah menerima qurbannya Habil sang putra Adam. Tentu yang kita kurbankan adalah harta yang memang terasa berat untuk dilepas, bukan harta yang kita keluarkan dengan ringan hati disebabkan masih sangat banyaknya sisa harta yang kita miliki. Artinya kita yang bergaji 45 juta per bulan, dengan mengeluarkan dana 1 juta untuk kambing bisa jadi belum disebut berkurban karena tidak ada rasa pengorbanan yang membuat dia sulit mengeluarkannya. Bisa kita bayangkan bagaimana seorang Ibrahim bisa mengeluarkan ratusan unta untuk daging kurbannya!

ibrahim-ismail.gifTentu logika pemikiran kita perlu diajak untuk memaknai, mengapa akhirnya kita mahfumi banyak sekali umat Islam, para saudara kita yang setiap tahun berhasil mengeluarkan sebagian dananya untuk berkurban, namun hal apa yang berhasil mereka peroleh dari penyisihan sebagian uangnya itu selain hal tersebut lewat begitu saja dengan tidak membawa perubahan sedikit pun ke dalam diri mereka, yang menunjukkan bahwa makna iedul kurban belum berhasil mereka peroleh…, ketika kedekatan dengan Allah tidak bertambah, jiwa tidak semakin halus, jasad tidak semakin beramal baik, alih-alih lewat ied itu mereka dapat menemukan amal shalih mereka.

Mungkin, (terlintas dalam benak saya) karena kita belum berhasil menemukan makna Iedul Adha, sebagai nama lain dari iedul qurban itu sendiri… “adha” memiliki makna penyembelihan, ada yang kita sembelih di setiap perayaan Iedul Adha setiap tahun.

Ketika kita belum memilki kemampuan untuk menyisihkan sebagian dana yang kita miliki dalam rangka belajar berkurban, mengorbankan harta kita, untuk menyembelih hewan kurban, kita sebenarnya telah Allah beri kemampuan melakukan penyembelihan lain, menyembelih dominasi aspek hawa nafsu dan syahwat kita, sudah waktunya sekarang, pada saat kita memasuki pergantian tahun baru ini, pergantian perilaku yang baru ini, mari kita sama-sama belajar (terutama nasihat buat saya pribadi) belajar untuk menyembelih dominasi aspek kedengkian, aspek ketakaburan, aspek buruk sangka, aspek keinginan pengakuan bahwa diri ini berharga di mata orang lain, dan segala aspek lainnya.

Ah, tidak mudah memang menyembelih semua dominasi syahwat hawa nafsu ini, untuk belajar menghargai waktu juga bukan hal yang sederhana, untuk belajar memaafkan orang lain pun juga bukan hal remeh, apalagi kita mencoba berjuang menemukan amal-amal shalih kita.

Tapi yang membuat saya pribadi senantiasa memiliki harapan kuat, karena Allah rasanya tidak pernah merasa bosan menerima dan menerima terus setiap penyesalan kita, setiap kesadaran diri yang lemah kita, setiap pengakuan dosa kita. Semoga pengakuan ini menjadi tanda bahwa kita memang butuh dan selalu membutuhkan Dia Sang Maha Pengayom dan Pembuka Jalan.

Semoga kita berhasil merayakan iedul qurban atau iedul adha kita dengan bersama2 membangun kesadaran diri. Ya Allah, semoga pengorbanan hamba demi taqarrub kepada-Mu Engkau terima, semoga Engkau beri pula hamba kekuatan untuk dapat menyembelih setiap dominasi hawa nafsu dan syahwat yang senantiasa menenggelamkan hamba. Duh Gusti… ampuni hamba.

Rasuna Said street, 4 Desember 2007, 10:26 WWIB

Senin, Agustus 18, 2008

Rasulullah dan Pengemis Yahudi sang Penghina

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.

Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, “anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan”, Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, “Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah
lakukan kecuali satu sunnah saja”. “Apakah Itu?”, tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana”, kata Aisyah r.ha.

Ke esokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, “siapakah kamu ?”. Abubakar r.a menjawab, “aku orang yang biasa”. “Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…. Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.

ps. makasih buat sdr. adang atas mailing kisah ini… punten saya bajak ke sini.. semoga manfaat buat kita semua…